Kamis, 02 Agustus 2012

Dampak Alergi Dalam Menghambat Kecerdasan Anak


Alergi pada anak ternyata tak sesederhana yang semula diduga. Demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu, sehingga alergi juga bisa menghambat kecerdasan anak dan menimbulkan gangguan perilaku. Sementara, pengobatan yang terus-menerus bukanlah jalan keluar terbaik.

Sumber pemicu munculnya alergi bisa bermacam-macam, mulai dari suhu udara, debu, serbuk sari, kotoran hewan, makanan, hingga kosmetik. Seluruh bagian tubuh tanpa terkecuali bisa terserang, meski reaksi alergi lebih sering terjadi pada kulit, saluran nafas, dan saluran pencernaan. 

Dr. Syawitri P. Siregar, Sp.A. (k) dari Bagian Alergi dan Imunologi Anak FKUI/RSCM Jakarta menjelaskan, berdasarakan peneltian ilmiah yang ada, alergi pada anak kebanyakan disebabkan oleh faktor keturunan. "Jika kedua orangtua mempunyai bakat alergi, kemungkinan anak terserang alergi sekitar 70-80%. Tapi, jika hanya salah satu orangtua yang punya alergi, kemungkinannya sekitar 30%." Selain adanya faktor keturunan, alergi bisa tercetus karena faktor lingkungan.

Faktor pencetus alergi dari luar ini disebut alergen, yang akan bekerja jika seorang anak membawa sifat alergi. Alergen ini sendiri dibedakan menjadi tiga, yaitu allergen hirup, makanan, dan alergen suntik.
  1. Alergen hirup, pemicunya paling banyak adalah tungau debu rumah, di samping serbuk sari. Reaksi alergi akibat tungau ini antara lain sesak nafas, bersin-bersin, atau batuk.
  2. Alergen suntik, disebabkan oleh gigitan serangga atau suntikan. Biasanya akan menimbulkan reaksi pada kulit, dan bentuknya bisa beragam.
Bentuk alergi yang sering terjadi pada bayi yaitu diare, kadang diikuti keluarnya darah. Jika kondisi itu tidak segera diketahui dan ditangani dengan seksama, bayi akan terserang anemia atau kurang darah. Akibatnya bayi atau batita akan terlihat pucat.

Jika seorang anak ketika semasa bayinya sudah terserang alergi karena ada factor alergi yang dibawanya, maka ketika tumbuh menjadi remaja atau dewasa pun, reaksi alergi bisa timbul kembali dengan bentuk yang berbeda. "Meskipun, reaksi alergi ini biasanya hilang ketika anak mulai besar dan tumbuh menjadi remaja."

Menurut Dr. Widodo Judarwanto, Sp.A. dari Children Allergy Center RS Bunda Menteng, Jakarta, alergi juga dapat menggangu perkembangan otak anak sehingga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Karena fungsi otaknya terganggu, pada anak akan timbul gangguan perkembangan perilaku seperti sulit konsentrasi, gangguan emosi, hingga autisme.

Hal ini dibenarkan pula oleh Syawitri. "Memang ada keterkaitan antara alergi dan kecerdasan anak. Usia 0-3 tahun merupakan periode yang sangat menentukan perkembangan kecerdasan anak. Jika anak mengalami reaksi alergi seperti diare, anak menjadi sering sakit. Akibatnya asupan gizi yang diperoleh pun tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Ini tentu sangat mempengaruhi perkembangan mental anak.

Pada anak yang terserang alergi, periode sakit yang dialami jauh lebih lama dibanding anak sehat yang kena penyakit sama. Sebagai contoh, anak sehat yang kena batuk-pilek biasanya akan sembuh dalam 5 hari. Namun pada anak alergi, baru bisa pulih setelah dua minggu atau lebih. Anak alergi juga sangat rentan terhadap infeksi virus. Jadi tidak menutup kemungkinan organ lain seperti otak bisa terserang penyakit virus atau infeksi. 

Reaksi alergi, seperti batuk, bersin atau gatal-gatal kulit, menurut Widodo seringkali menyebabkan anak menjadi sulit konsentrasi. Pada anak usia sekolah, reaksi alergi ini berakibat sulit fokusnya anak pada pelajaran yang diberikan. Ketika reaksi alergi seperti gatal atau batuk timbul, si anak tidak fokus pada pelajaran yang diberikan gurunya, karena konsentrasinya terpusat pada alergi. "Anak akan menggaruk, mengeluh, atau bisa juga malas belajar karena tidak kuat dengan serangan alergi yang terus-menerus. Akibatnya prestasi belajarnya pun anjlok."

Salah satu dampak lain alergi pada anak, menurut Widodo adalah keterlambatan bicara. Namun keterkaitan antara keterlambatan bicara dan alergi ini masih harus diteliti lagi. "Beberapa penelitian menunjukkan, alergi bisa mengganggu bagian otak kiri. Tapi sebagian lagi, gangguan terjadi pada belahan otak kanan."

Keterlambatan bicara terjadi pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan perkembangan yang paling sering terjadi. Sekitar 1% anak yang mengalami keterlambatan bicara tetap tidak dapat bicara, sekitar 30% bisa sembuh sendiri, tetapi 69% sisanya akan mengalami gangguan berbahasa, kurang pandai, atau keluhan belajar lainnya. Keluhan inilah yang punya kaitan langsung dengan alergi.

Gejala alergi yang berlangsung terus-menerus selama lebih dari dua minggu bisa mempengaruhi gangguan bicara pada bayi bawah 1 tahun. Sejak lahir, kemampuan bicara bayi bisa diamati dengan memperhatikan ocehan yang keluar dari mulut bayi. Jika pada usia tertentu ocehan itu tidak terdengar, namun setelah dihindarinya makanan tertentu ocehan itu muncul lagi, itu menunjukkan adanya reaksi alergi.

Alergi juga bisa membuat bayi agresif. Tanda agresif ini bisa dilihat dari kebiasaannya menggigit dan menjilat secara berlebihan. Pada usia awal, hal ini bisa terlihat dari kebiasaan bayi memasukkan semua tangan dan kaki ke mulut. "Pada usia 6 bulan lebih, kebiasaan menggigit itu dilakukan secara berlebihan, misalnya ditandai dengan menggigit semua barang yang dipegangnya.

Cara Cepat Hamil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar